LHOKSEUMAWE- Pakaian yang digunakan oleh remaja putri dan ibu-ibu rumah tangga di Aceh, selama ini tidak lagi mencerminkan busana muslimah sesuai anjuran dalam Agama Islam. Betapa tidak, banyak dikalangan remaja putri dan ibu-ibu rumah tangga, khususnya di Kota Lhokseumawe, bebas berpergian dengan memakai pakaian super ketat.
Namun, sepertinya mereka tidak mempunyai rasa malu lagi dengan pakaian yang gunakan tersebut. Walaupun, menurut ketentuan Islam busana yang wajib dikenakan oleh wanita adalah harus pakaian muslimah.
Menyikapi hal tersebut Ustadz Dr H Rusli Hasbi MA, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saat dikonfirmasi Rakyat Aceh, usai memberikan tausyiah menyambut bulan Ramadhan 1430 H di masjid Mapolresta Lhokseumawe, Rabu (19/8) lalu, mengatakan, terkait dengan pakaian ketat itu kesalahannya tidak hanya pada orang yang memakai pakaian tersebut. Akan tetapi, semua pihak harus bertanggung jawab terhadap masuknya pakaian ketat ke bumi serambi mekkah ini.
“Kalau mau menangani pakaian ketat supaya tidak semakin ngetrend di Aceh. Maka semua jenis pakaian ketat tidak boleh masuk lagi ke Provinsi Aceh. Tentunya, di perbatasan Aceh dapat distop supaya jangan masuk pakaian ketat. Ini bisa dilakukan oleh masyarakat bekerja sama dengan pemerintah, kalau memang mau diterapkan. Jadi lebih kepada pencegahan dan bukan penindakan dengan kekerasan,” pintanya.
Selain itu, saat ditanya aksi sejumlah santri di Aceh yang sering merobek pakaian ketat kaum perempuan saat melakukan razia mengatasnamakan penegakan amar makruf nahi mungkar, Rusli Hasbi menyebutkan, pada zaman Rasulullah SAW yang hidup di masa Jahiliyah, beliau tidak pernah memerintahkan tentaranya untuk merobek-robek pakaian perempuan.
“Jadi untuk menangani amarma’ruf nahimungkar tidak perlu dengan kekerasan. Karena masih dapat dilakukan pendekatan secara lebih baik dan sukses daripada kekerasan. Kalau suatu waktu dia sudah melawan baru pakai kekerasan, tapi utamakan pendekatan dulu.”ujar doktor di bidang Ushul Fiqh lulusan African University, Khartoum, Sudan, yang merupakan putra Aceh kelahiran Paya Kambuk Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara ini. (arm)
Namun, sepertinya mereka tidak mempunyai rasa malu lagi dengan pakaian yang gunakan tersebut. Walaupun, menurut ketentuan Islam busana yang wajib dikenakan oleh wanita adalah harus pakaian muslimah.
Menyikapi hal tersebut Ustadz Dr H Rusli Hasbi MA, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saat dikonfirmasi Rakyat Aceh, usai memberikan tausyiah menyambut bulan Ramadhan 1430 H di masjid Mapolresta Lhokseumawe, Rabu (19/8) lalu, mengatakan, terkait dengan pakaian ketat itu kesalahannya tidak hanya pada orang yang memakai pakaian tersebut. Akan tetapi, semua pihak harus bertanggung jawab terhadap masuknya pakaian ketat ke bumi serambi mekkah ini.
“Kalau mau menangani pakaian ketat supaya tidak semakin ngetrend di Aceh. Maka semua jenis pakaian ketat tidak boleh masuk lagi ke Provinsi Aceh. Tentunya, di perbatasan Aceh dapat distop supaya jangan masuk pakaian ketat. Ini bisa dilakukan oleh masyarakat bekerja sama dengan pemerintah, kalau memang mau diterapkan. Jadi lebih kepada pencegahan dan bukan penindakan dengan kekerasan,” pintanya.
Selain itu, saat ditanya aksi sejumlah santri di Aceh yang sering merobek pakaian ketat kaum perempuan saat melakukan razia mengatasnamakan penegakan amar makruf nahi mungkar, Rusli Hasbi menyebutkan, pada zaman Rasulullah SAW yang hidup di masa Jahiliyah, beliau tidak pernah memerintahkan tentaranya untuk merobek-robek pakaian perempuan.
“Jadi untuk menangani amarma’ruf nahimungkar tidak perlu dengan kekerasan. Karena masih dapat dilakukan pendekatan secara lebih baik dan sukses daripada kekerasan. Kalau suatu waktu dia sudah melawan baru pakai kekerasan, tapi utamakan pendekatan dulu.”ujar doktor di bidang Ushul Fiqh lulusan African University, Khartoum, Sudan, yang merupakan putra Aceh kelahiran Paya Kambuk Kecamatan Meurah Mulia, Aceh Utara ini. (arm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar