19 Desember, 2010

Moral Pemimpin Aceh Patut Dipertanyakan

ACEH UTARA- Syariat islam yang sedang digalakkan di Provinsi Aceh, sepertinya tidak berjalan secara optimal. Hal itu disebabkan masih kurangnya moral pemimpin Aceh yang islami dan tidak benar-benar untuk melaksanakan syariat islam secara kaffah.

Begitu juga, tingkah laku kalangan muda-mudi Aceh saat ini yang tidak patut menjadi contoh bagi kita semua. Betapa tidak, mereka masih tidak mampu memahami tentang definisi aqidah, akhlak dan syrai’at islam yang tepat dan benar. Akibatnya, kini banyak dijumpai kalangan muda-mudi yang bukan muhrim bebas pergian di jalan raya dengan berboncengan sepeda motor dan berpelukan layaknya suami-istri. 

Tidak hanya itu, setelah bencana gempa dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu ratusan NGO dari berbagai negara masuk ke Aceh dengan misi kemanusiaan. Tentunya, untuk melakukan rehabilitas dan rekonstruksi pembangunan Aceh. Seiring dengan itu kini berbagai aliran sesat bermunculan di negeri Syariat Islam ini, sehingga secara tidak langsung aqidah dan akhlak rakyat Aceh dirubah oleh pihak-pihak yang membawa misi misioneris.

“Jadi kita semua umat Islam harus berpikir secara jernih bahwa bencana yang paling besar terjadi di Aceh bukanlah tsunami, melainkan pendangkalan aqidah dan akhlak dilakukan oleh para misioneris,”ucap Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara, Abu Mustafa Achmad, kepada wartawan, kemarin.  

Kata dia, beberapa ajaran sesat yang telah berhasil dihembuskan dibumi serambi mekkah termasuk pola pendidikan menyesatkan baru-baru ini seperti berlangsung di Yayasan Fajar Hidayah, Aceh Besar, Aliran Millata Abraham, Nahdatul Wujud dan beberapa ajaran sesat lainnya.

Lanjut Abu Mustafa, kebiasannya ajaran-ajaran itu dikembangkan di dayah-dayah, apalagi para misioneris itu paham dengan ayat-ayat Al-qur’an.“Sebenarnya, inilah bencana yang sesungguhnya paling dahsyah terjadi di Aceh,”pintanya. (arm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar